Polri bahkan sangat meyakini bahwa Sefudin-lah yang merekrut Danni Dwi Permana, bomber Hotel JW Marriott 17 Juli 2009. Tak cuma itu. Ustadz asal Cirebon, Jawa Barat, itu juga diyakini telah merekrut 14 pemuda lain untuk dijadikan sebagai 'pengantin' yang akan menebar teror bom di sejumlah tempat.
Mengapa kelompok teroris menyebut calon 'pengebom bunuh diri' dengan istilah 'pengantin'?
Mengenai pelaku bom bunuh diri, seorang jurnalis David Brooks pernah mengkaitkannya dengan sejarah pengebom bunuh diri di kalangan pejuang Palestina yang menentang pendudukan Israel. Dalam artikel "The Culture of Martyrdom" (Majalah Atlantic edisi Juni 2002) Brooks memuat laporan Nasra Hassan, wartawan Pakistan yang telah mewawancarai 250 perekrut pelaku bom bunuh diri di Palestina selama kurun 1996-1999.
Pelaku bom bunuh diri, kata Brooks, umumnya sangat loyal kepada kelompoknya. Loyalitas ini mereka tanamkan melalui proses indoktrinasi dan cuci otak, persis seperti yang dilakukan oleh Jim Jones pemimpin Sekte Matahari kepada para jemaahnya menjelang bunuh diri masal tahun 1977.
Para calon pelaku bom burun diri itu terbagi dalam sel-sel kecil. Mereka diberi ceramah agama serta melakukan ritual ibadah yang intensif. Kebencian mereka terhadap musuh (biasanya simbol-simbol Barat dan pendukung Israel) dibakar setiap hari. Mereka lalu diajak untuk berjihad, meski dengan pemahaman tentang jihad yang menyesatkan.
Selain itu, calon pelaku bom bunuh diri selalu diyakinkan akan masuk surga sebagai balasan tindakannya. Mereka dicekoki keyakinan bahwa surga terbentang di balik detonator pemantik bom. Ajal kematian bahkan hanya akan dirasakan tidak lebih dari sekadar cubitan, sama sekali tidak menyakitkan.
Para perekrut malah kadang-kadang menyuruh calon pelaku bom bunuh diri untuk telentang di lubang kubur kosong, sehingga mereka bisa merasakan bagaimana tenteramnya kematian yang akan tiba. Sebaliknya kepada mereka diingatkan secara terus menerus bahwa hidup di dunia itu fana. Banyak penderitaan, cobaan, dan penghianatan.
Mereka selalu diyakinkan bahwa yang abadi adalah di surga, di mana ada 72 bidadari yang menunggu dengan penuh cinta. Mungkin karena digambarkan akan bertemu dan menikah dengan bidadari di surga itu, maka calon pelaku bom bunuh diri kemudian disebut sebagai 'pengantin'. Lalu saat bom meledak dan nyawa si pelaku melayang, disebut sebagai 'perkawinan', yakni pertemuan antara jiwa si pelaku dengan sang bidadari.
2 komentar:
wah,wah, blog yang nasionalis.
salam kenal
Polri bahkan sangat meyakini bahwa Sefudin-lah yang merekrut Danni Dwi Permana, bomber Hotel JW Marriott 17 Juli 2009. Tak cuma itu. Ustadz asal Cirebon, Jawa Barat, itu juga diyakini telah merekrut 14 pemuda lain untuk dijadikan sebagai 'pengantin' yang akan menebar teror bom di sejumlah tempat.
Mengapa kelompok teroris menyebut calon 'pengebom bunuh diri' dengan istilah 'pengantin'?
Mengenai pelaku bom bunuh diri, seorang jurnalis David Brooks pernah mengkaitkannya dengan sejarah pengebom bunuh diri di kalangan pejuang Palestina yang menentang pendudukan Israel. Dalam artikel "The Culture of Martyrdom" (Majalah Atlantic edisi Juni 2002) Brooks memuat laporan Nasra Hassan, wartawan Pakistan yang telah mewawancarai 250 perekrut pelaku bom bunuh diri di Palestina selama kurun 1996-1999.
Pelaku bom bunuh diri, kata Brooks, umumnya sangat loyal kepada kelompoknya. Loyalitas ini mereka tanamkan melalui proses indoktrinasi dan cuci otak, persis seperti yang dilakukan oleh Jim Jones pemimpin Sekte Matahari kepada para jemaahnya menjelang bunuh diri masal tahun 1977.
Para calon pelaku bom burun diri itu terbagi dalam sel-sel kecil. Mereka diberi ceramah agama serta melakukan ritual ibadah yang intensif. Kebencian mereka terhadap musuh (biasanya simbol-simbol Barat dan pendukung Israel) dibakar setiap hari. Mereka lalu diajak untuk berjihad, meski dengan pemahaman tentang jihad yang menyesatkan.
Selain itu, calon pelaku bom bunuh diri selalu diyakinkan akan masuk surga sebagai balasan tindakannya. Mereka dicekoki keyakinan bahwa surga terbentang di balik detonator pemantik bom. Ajal kematian bahkan hanya akan dirasakan tidak lebih dari sekadar cubitan, sama sekali tidak menyakitkan.
Para perekrut malah kadang-kadang menyuruh calon pelaku bom bunuh diri untuk telentang di lubang kubur kosong, sehingga mereka bisa merasakan bagaimana tenteramnya kematian yang akan tiba. Sebaliknya kepada mereka diingatkan secara terus menerus bahwa hidup di dunia itu fana. Banyak penderitaan, cobaan, dan penghianatan.
Mereka selalu diyakinkan bahwa yang abadi adalah di surga, di mana ada 72 bidadari yang menunggu dengan penuh cinta. Mungkin karena digambarkan akan bertemu dan menikah dengan bidadari di surga itu, maka calon pelaku bom bunuh diri kemudian disebut sebagai 'pengantin'. Lalu saat bom meledak dan nyawa si pelaku melayang, disebut sebagai 'perkawinan', yakni pertemuan antara jiwa si pelaku dengan sang bidadari.
rasa nasionalis tumbuh ketika kita merasa ditekan, disakiti dan hina oleh negara lain. semoga sahabat2 indonesia bisa menular rasa itu, agar negara kita tidak mudah goyah dan pemuda indonesia bisa bersatu melawan segala gangguan.
Polri bahkan sangat meyakini bahwa Sefudin-lah yang merekrut Danni Dwi Permana, bomber Hotel JW Marriott 17 Juli 2009. Tak cuma itu. Ustadz asal Cirebon, Jawa Barat, itu juga diyakini telah merekrut 14 pemuda lain untuk dijadikan sebagai 'pengantin' yang akan menebar teror bom di sejumlah tempat.
Mengapa kelompok teroris menyebut calon 'pengebom bunuh diri' dengan istilah 'pengantin'?
Mengenai pelaku bom bunuh diri, seorang jurnalis David Brooks pernah mengkaitkannya dengan sejarah pengebom bunuh diri di kalangan pejuang Palestina yang menentang pendudukan Israel. Dalam artikel "The Culture of Martyrdom" (Majalah Atlantic edisi Juni 2002) Brooks memuat laporan Nasra Hassan, wartawan Pakistan yang telah mewawancarai 250 perekrut pelaku bom bunuh diri di Palestina selama kurun 1996-1999.
Pelaku bom bunuh diri, kata Brooks, umumnya sangat loyal kepada kelompoknya. Loyalitas ini mereka tanamkan melalui proses indoktrinasi dan cuci otak, persis seperti yang dilakukan oleh Jim Jones pemimpin Sekte Matahari kepada para jemaahnya menjelang bunuh diri masal tahun 1977.
Para calon pelaku bom burun diri itu terbagi dalam sel-sel kecil. Mereka diberi ceramah agama serta melakukan ritual ibadah yang intensif. Kebencian mereka terhadap musuh (biasanya simbol-simbol Barat dan pendukung Israel) dibakar setiap hari. Mereka lalu diajak untuk berjihad, meski dengan pemahaman tentang jihad yang menyesatkan.
Selain itu, calon pelaku bom bunuh diri selalu diyakinkan akan masuk surga sebagai balasan tindakannya. Mereka dicekoki keyakinan bahwa surga terbentang di balik detonator pemantik bom. Ajal kematian bahkan hanya akan dirasakan tidak lebih dari sekadar cubitan, sama sekali tidak menyakitkan.
Para perekrut malah kadang-kadang menyuruh calon pelaku bom bunuh diri untuk telentang di lubang kubur kosong, sehingga mereka bisa merasakan bagaimana tenteramnya kematian yang akan tiba. Sebaliknya kepada mereka diingatkan secara terus menerus bahwa hidup di dunia itu fana. Banyak penderitaan, cobaan, dan penghianatan.
Mereka selalu diyakinkan bahwa yang abadi adalah di surga, di mana ada 72 bidadari yang menunggu dengan penuh cinta. Mungkin karena digambarkan akan bertemu dan menikah dengan bidadari di surga itu, maka calon pelaku bom bunuh diri kemudian disebut sebagai 'pengantin'. Lalu saat bom meledak dan nyawa si pelaku melayang, disebut sebagai 'perkawinan', yakni pertemuan antara jiwa si pelaku dengan sang bidadari.
Posting Komentar
kasih pendapat anda,