Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk promosi," katanya kepada Republika, Rabu (19/8).
Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
sumber : republika
catatan : Mungkin bisa juga pemerintah kita lalai dalam memperhatikan budaya-budaya kita, sehingga ada pihak negara yang berusaha mengklaim budaya kita indonesia. tapi menurut saya apa enaknya suatu negara mengambil kebudayaan orang lain? apa tidak malu? atau tidak takut disebut sebagai pencuri ? apa lagi kejadian ini berulang - ulang. saya pikir ini sudah keterlaluan. jadi harapan saya, semoga negara2 yang berusaha mengklaim atau mencoba mengambil kebudayan negara lain sebaik nya sadar diri.
jadi kedepannya saya juga berharap semoga indonesia lebih waspada lagi terhadap negara yang mengaku tetangga dan serumpun dengan kita indoensia.
3 komentar:
Kasihan sekali Malaysia..bahkan untuk mempromosikan pariwisata negaranya pun harus memakai budaya dari negara lain yaitu Indonesia...mungkin ada yang kurang dalam diri mereka yaitu seperti ada krisis identitas budaya, mereka butuh keanekaragaman budaya, kreatifitas dan produktifitas spt yg ada dlm diri manusia Indonesia. sayangnya mereka tdk pny itu dan budaya mereka pun cenderung monoton dan tdk berkembang...
Belum lg lagu2 karya musisi indonesia yg byk diidolain oleh anak muda malaysia, sinetron2 indonesia yg byk diputar di tv malaysia menjadi trend gaya hidup disana, disamping kebanggaan mereka bicara dengan dialek Jakarta..(bahkan beberapa postingan komentar dr malaysia di blog ini ada yg memakai dialek jakarta...)
Sekali lagi sungguh kasihan Malaysia..seharunya mereka malu bhw sebenarnya setiap negara harus menonjolkan ciri khas dan identitas lokal agar lebih dikenal oleh dunia internasional..tp malaysia malah melepas identitasnya sebagai bangsa melayu malaysia dan lebih memilih dikenal sbg Indonesia...Bahkan sebagai negara Islam tidak malu2 menggunakan Tari Pendet sebagai bagian dr promosi negaranya, yg kita tau bahwa tari Pendet adalh Tarian Suci Hindu Bali.
Mungkin kita usulkan aja ke pemerintah Indonesia spy malaysia dijadikan propinsi ke 34...hehehe..
Malaysia kembali mengklaim budaya Indonesia -- tarian pendet, Bali -- menjadi budaya mereka yang dicantumkan dalam iklan visit year mereka. Sebelumnya, mereka telah mengklaim angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya.
Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk promosi," katanya kepada Republika, Rabu (19/8).
Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
sumber : republika
catatan : Mungkin bisa juga pemerintah kita lalai dalam memperhatikan budaya-budaya kita, sehingga ada pihak negara yang berusaha mengklaim budaya kita indonesia. tapi menurut saya apa enaknya suatu negara mengambil kebudayaan orang lain? apa tidak malu? atau tidak takut disebut sebagai pencuri ? apa lagi kejadian ini berulang - ulang. saya pikir ini sudah keterlaluan. jadi harapan saya, semoga negara2 yang berusaha mengklaim atau mencoba mengambil kebudayan negara lain sebaik nya sadar diri.
jadi kedepannya saya juga berharap semoga indonesia lebih waspada lagi terhadap negara yang mengaku tetangga dan serumpun dengan kita indoensia.
AHhhh....,
Dijadikan Propinsi pun tak layak...
hanya jadi duru dalam daging ntar...
jadikan KECAMATAN aja....
hhe....
Malaysia kembali mengklaim budaya Indonesia -- tarian pendet, Bali -- menjadi budaya mereka yang dicantumkan dalam iklan visit year mereka. Sebelumnya, mereka telah mengklaim angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya.
Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk promosi," katanya kepada Republika, Rabu (19/8).
Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
sumber : republika
catatan : Mungkin bisa juga pemerintah kita lalai dalam memperhatikan budaya-budaya kita, sehingga ada pihak negara yang berusaha mengklaim budaya kita indonesia. tapi menurut saya apa enaknya suatu negara mengambil kebudayaan orang lain? apa tidak malu? atau tidak takut disebut sebagai pencuri ? apa lagi kejadian ini berulang - ulang. saya pikir ini sudah keterlaluan. jadi harapan saya, semoga negara2 yang berusaha mengklaim atau mencoba mengambil kebudayan negara lain sebaik nya sadar diri.
jadi kedepannya saya juga berharap semoga indonesia lebih waspada lagi terhadap negara yang mengaku tetangga dan serumpun dengan kita indoensia.
Eww..kami tidak mahu tarian bali yang hodoh itu.Kalian Indo takut gagal menarik orang berlibur lagi ke bali kan..?? iklan tari pendet itu ditayangkan secara statik..tanpa sebarang pergerakan.Jika Indo gak menyalak2..orang ramai sendiri gak akan tahu itu pendet.
Malaysia kembali mengklaim budaya Indonesia -- tarian pendet, Bali -- menjadi budaya mereka yang dicantumkan dalam iklan visit year mereka. Sebelumnya, mereka telah mengklaim angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, dan Tari Folaya.
Budayawan, Radhar Panca Dahana, mengatakan pengklaiman budaya Indonesia oleh Malaysia untuk kesekian kalinya merupakan kesalahan pemerintah Indonesia sendiri. "Ya tidak apa-apa lah, kita juga suka mengambil budaya lain untuk untuk promosi," katanya kepada Republika, Rabu (19/8).
Ia menilai kecolongan budaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terluka dan malu, karena kita sadar sebagai pemilik kebudayaan itu kita tidak memperhatikannya. "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
sumber : republika
catatan : Mungkin bisa juga pemerintah kita lalai dalam memperhatikan budaya-budaya kita, sehingga ada pihak negara yang berusaha mengklaim budaya kita indonesia. tapi menurut saya apa enaknya suatu negara mengambil kebudayaan orang lain? apa tidak malu? atau tidak takut disebut sebagai pencuri ? apa lagi kejadian ini berulang - ulang. saya pikir ini sudah keterlaluan. jadi harapan saya, semoga negara2 yang berusaha mengklaim atau mencoba mengambil kebudayan negara lain sebaik nya sadar diri.
jadi kedepannya saya juga berharap semoga indonesia lebih waspada lagi terhadap negara yang mengaku tetangga dan serumpun dengan kita indoensia.
Posting Komentar
kasih pendapat anda,