Ketiga polisi Malaysia itu telah ditangkap dan ditahan oleh PDRM.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengutuk keras perkosaan
yang menimpa seorang Tenaga Kerja Indonesia perempuan oleh tiga anggota
polisi Malaysia. Kemenakertrans mendesak kasus ini diusut tuntas oleh
aparat Malaysia.
"Kami meminta agar pelaku dihukum seberat
mungkin," kata Juru Bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Dita Indahsari, dalam pesat tertulis yang diterima VIVAnews,
Minggu 11 November 2012. "Apalagi pelaku adalah polisi, yang semestinya
menegakkan hukum malah melakukan pelanggaran hukum yang sangat
memuakkan."
Kasus ini, tambah Dita, termasuk kriminal murni,
bukan menyangkut masalah ketenagakerjaan, melainkan kriminal murni.
Sehingga, masalah ini ditangani oleh Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur
dan Konsulat Jenderal RI di Penang. "Kalau ketenagakerjaan baru
ditangani atase tenaga kerja," katanya.
Pemerintah Indonesia,
kata Dita, terus mengawal kasus ini melalui KBRI di Kuala Lumpur dan
KJRI Penang. Selain itu, pemerintah juga telah sepenuhnya menangani
kasus ini, baik untuk mengawal proses penyidikan, menyediakan pengacara,
pendampingan psikologis, pelayanan kesehatan, dan lainnya. "Minggu
siang, korban tengah dalam perjalanan menuju KJRI," katanya.
Adalah
SM (25) tenaga kerja yang mengalami nasib nahas itu. Dia adalah tenaga
kerja asal Batang, Jawa Tengah, yang bekerja sebagai pembantu di kedai
makan. Pada Jumat, 9 November 2012, SM tengah berjalan-jalan bersama
seorang pria warga Malaysia di kawasan Prai, Bukit Mertajam, Penang.
Saat itulah SM dan pria Malaysia itu ditangkap polisi.
"Setelah ditangkap dan diperiksa, yang lelaki dilepas, lalu terjadilah pemerkosaan," kata Dita. Sebagaimana dikutip New Strait Times,
SM mengaku penangkapan itu terjadi pada pukul 06.20 waktu setempat. Dia
kemudian ditanya soal identitas. Namun, dia hanya bisa menunjukkan foto
copy paspor.
Polisi yang diduga memperkosa SM itu adalah ML
(33), SR (21), dan RAD (25). "Ketiga polisi itu kemudian dilaporkan
korban ke Balai Polisi terdekat. Ketiganya telah ditangkap dan sekarang
ditahan. Penyidikan dilakukan oleh tim khusus yang disiapkan oleh Polisi
Diraja Malaysia," tutur Dita.
Catatan : silahkan pikir sendiri warga malaysia.
Pasangan suami istri di Malaysia dikenai dakwaan menyiksa pembantu
rumah tangga asal Indonesia dan terancam hukuman maksimal penjara 35
tahun. Kasus ini muncul meski pemerintah Malaysia telah menerapkan
beberapa aturan baru untuk memberikan perlindungan yang lebih baik
kepada para pembantu rumah tangga asing yang bekerja di negara tersebut. Jaksa
Chuah Shyue Chien, seperti dikutip kantor berita AP hari Sabtu
(6/10/2012), mengatakan bahwa pasangan suami istri Mohamad Shukur Suradi
dan Daeng Norulasyikin Bachok menyatakan tidak bersalah.
Mereka membantah telah menganiaya pembantu asal Indonesia, Marsini, kata Chuah.Menurut
Chuah, Suradi, yang sehari-hari pekerja sebagai staf pemasaran mobil,
bersama istrinya diduga memukul Marsini dengan tongkat golf, pisau, dan
ikat pinggang.
Jalani perawatan
Keduanya
juga diduga menyiram Marsini dengan air dan minyak panas di rumah mereka
di negara bagian Johor antara Juli hingga akhir September tahun ini. Jaksa
Chuah menjelaskan Suradi-Bachok juga didakwa dengan undang-undang
antiperdagangan manusia karena memaksa Marsini bekerja dari pagi hingga
larut malam.Marsini, kata Chuah, mulai bekerja untuk keluarga
Suradi pada Januari lalu dan berhasil melarikan diri. Setelah keluar
dari rumah Suradi, Marsini melaporkan kasusnya ke polisi. Saat ini Marsini dirawat di satu rumah singgah di Malaysia. Kasus ini menurut rencana akan mulai digelar pada 16 Oktober. Diperkirakan lebih dari 200.000 pembantu rumah tangga Indonesia bekerja di Malaysia. Sejumlah
kasus perlakukan buruk terhadap para pembantu ini sempat membuat
hubungan bilateral Indonesia-Malaysia tegang.
Catatan : Malaysia takkan pernah bosan dan kapok! TKI Indonesia selalu menjadi korban busuk warga negara malaysia.
Jakarta
Kepolisian Malaysia sudah meminta maaf terkait tewasnya
tiga TKI asal NTB. Meski demikian, proses hukum kasus itu harus tetap
berjalan.
"Permintaan maaf boleh saja, tapi di dalam konteks
kasus ini tidak menghilangkan kasusnya. Proses hukum penuntasan kasus
ini harus jalan terus," kata Anggota Komisi I DPR, Poempida
Hidayatulloh, dalam diskusi 'Mengurus TKI Setengah Hati' di Kafe Warung
Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4/2012).
Menurut
Poempida, kasus tewasnya tiga TKI asal NTB di Malaysia harus diproses
secara tuntas. Namun bukan mengenai indikasi adanya penjualan organ,
tetapi pada peristiwa penembakan yang menurutnya tidak sesuai prosedur.
"Saya
curiga banyak hal, dari konteks polisi saat peristiwa itu ada berapa
sih, masa lima orang polisi menghadapi tiga orang harus menggunakan
tembakan. Ini kan ada prosedur yang tidak wajar," ujarnya.
Menurut
Poempida, ada kesalahan prosedur yang dilakukan polisi Malaysia dalam
menangani dugaan tindakan kriminal yang dilakukan ketiga tenaga kerja
asal Indonesia tersebut. Apalagi, ia menambahkan, pada ketiga tubuh TKI
terdapat banyak bekas tembakan yang tidak wajar.
"Kan sebenarnya
kalau kita lihat saja satu tembakan cukup untuk melumpuhkan orang, kalau
ini harus diberondong peluru maka tidak wajar," tuturnya.
Untuk
itu, ia akan meminta pemerintah untuk menyelidiki kronologis dari
peristiwa penembakan tersebut. Saya akan minta kepada Pak Marty untuk
menyelidiki kronologinya," imbuhnya.
catatan : lagi - lagi kan ??? malasia anjing memang musuh bebuyutan indonesa, selalu membuat ulah dan TKI selalu mati disana. kejam!
Pemulangan tiga jasad tenaga kerja Indonesia
(TKI) dari Malaysia menerbitkan kecurigaan anggota keluarga mereka.
Mereka mempertanyakan kondisi jasad yang tak wajar dan penuh jahitan.
Dugaan sementara, bahwa para buruh migran itu jadi korban perdagangan
organ, kini menyeruak.
Koordinator Divisi Advokasi Migrant Care
Nur Harsono menyebutkan tiga TKI itu berasal dari Desa Pancor Kopong
Pringgasela Selatan dan Pengadangan, Lombok Timur, NTB. Mereka adalah
Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Noon (28), bekerja di
negeri jiran sebagai buruh di perusahaan konstruksi dan perkebunan
kelapa sawit. Mereka dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa.
"Semua
korban dijahit pada kedua mata, kemudian di dada bagian atas, dekat
lengan kanan ke kiri, lurus melintang," kata Nur saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 23 April 2012.Kondisi jasad korban menerbitkan kecurigaan. "Semua korban dijahit pada kedua mata."
Selain
itu, juga ada juga jahitan di dada hingga tengah perut di bawah pusar,
yang menyambung jahitan dada atas. "Keluarga patut curiga sebab tidak
ada surat keterangan yang menyebut korban diotopsi," tambah dia.
Nur
Harsono menambahkan, sebelum dinyatakan meninggal, ketiga korban
diketahui sedang memancing. "Salah satu korban, Herman sempat menelepon
istrinya, bahwa dia sedang memancing dengan dua temannya," kata dia.
Telepon terakhir diterima keluarga pada 23 Maret 2012 lalu.
Tiga
hari kemudian, dia menambahkan, salah satu keluarga korban mendapat
informasi tentang penemuan dua motor korban di area pemancingan dari
koran lokal di Malaysia pada 26 Maret 2012. Pihak keluarga yang
mendatangi Hospital Port Dickson di Malaysia, mendapati tiga TKI
tersebut dinyatakan meninggal pada 30 Maret dengan keterangan karena
luka tembak.
Nur Harsono menambahkan dalam surat keterangan
Kedutaan Besar RI di Malaysia, juga tidak disebutkan alasan meninggalnya
para korban. "Ditandatangani oleh Heru Budiarso, hanya menyatakan
korban akan dikebumikan di Indonesia dan akan dibawa dengan pesawat
Garuda Indonesia," kata dia.
Pihak KBRI juga menyebutkan karena
kondisi yang tidak memungkinkan, mereka tidak melakukan pengecekan sebab
kematian sebagaimana tersebut di atas. KBRI di Kuala Lumpur menyatakan
tidak bertanggung jawab terhadap kondisi jenazah yang dikirim. "Kami
akan melaporkan kasus ini ke Kementerian Luar Negeri pukul 13.00 hari
ini," kata dia. Migrant Care dan LSM setempat, Kosala berharap Kemenlu
dengan cepat menangani kasus ini.
Nur Harsono mengatakan, jika
terbukti organ para TKI diambil tanpa persetujuan, kuat diduga itu
merupakan bagian dari praktik perdagangan manusia. "Modus-modus trafficking tak hanya dieksploitasi tenaga dan secara seksual, tapi juga narkoba dan penjualan organ," tambah dia.
Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia dikecam sejumlah pihak karena
mendeportasi jurnalis Arab Saudi yang terancam hukuman mati karena menghina Nabi Muhammad lewat Twitter. Namun pemerintah Malaysia membela keputusannya itu. Ditegaskan bahwa Malaysia bukan tempat persembunyian bagi para buronan.
"Jangan lihat Malaysia sebagai negara transit yang aman atau tempat persembunyian bagi mereka yang diburu oleh negara asal mereka," tegas Menteri Dalam Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein pada konferensi pers di Kuala Lumpur.
"Saya tak akan berkompromi. Jangan pikir Anda bisa datang dan keluar Malaysia begitu saja. Jangan pernah memandang Malaysia sebagai negara transit yang aman," imbuhnya seperti dilansir
AFP, Senin (13/2/2012).
Hamza Kashgari, jurnalis Saudi tersebut, ditahan di Malaysia setelah kabur dari negaranya. Pria tersebut ditangkap setibanya di Malaysia. Pemuda berumur 23 tahun itu pergi meninggalkan Saudi karena khawatir akan keselamatan dirinya usai menuai kemarahan publik lewat kicauannya di Twitter.
Postingannya di Twitter, yang bertepatan dengan Hari Maulud Nabi belum lama ini, dianggap menghina Nabi Muhammad. "Saya mengasihi hal-hal tentang Anda dan saya membenci hal-hal tentang Anda dan ada banyak yang tidak saya mengerti tentang Anda. Saya tak akan berdoa untuk Anda," demikian kicauan Kashgari.
Di Saudi, tindakan menghina Nabi Muhammad bisa diancam dengan hukuman pancung.
Kelompok-kelompok HAM sebelumnya mencetuskan, mendeportasi Kashgari sama dengan menghukum mati. Malaysia pun sempat didesak untuk membebaskan Kashgari. Namun pria muda itu dipulangkan ke negeri asalnya pada Minggu, 12 Februari lalu.
Malaysia tak memiliki perjanjian ekstradisi resmi dengan Saudi. Tak ayal, deportasi itu pun menuai kecaman dari kelompok-kelompok HAM.
Organisasi Human Rights Watch mencetuskan, deportasi itu merupakan kegagalan pemerintah Malaysia untuk menghormati hak-hak standad manusia. "Dan jika dia menghadapi eksekusi di Arab Saudi, berarti tangan pemerintah Malaysia akan berlumuran darah," tegas Human Rights Watch.
sumber :
Detik.com
Uang Rp5 juta yang dipinjam dari tetangga dan saudara ludes. Paspor pun dibawa kabur.
Perbaikan taraf hidup menjadi harapan besar bagi semua orang. Berbagai upaya meraih kesuksesan pun dilakukan. Perjuangan hidup 9 TKI asal Kabupaten Indramayu Jawa Barat ini salah satunya.
Berharap mendapatkan uang yang banyak, 9 TKI ini mengadu nasib ke Malaysia. Harapan mendapat ringgit pun pupus sudah. Kesembilan TKI itu antara lain, Kasirin (29), Zainal Abidin (24), Taofik Hidayat (33), Tamamun (22), Lukman (22), Jumari (23), Damin (47), Kaeron (30) dan Suganda (37).
Suganda menuturkan, pada awal Desember 2011 lalu, ia bersama rekan-rekannya itu berangkat ke Malaysia. Rencananya mereka akan bekerja sebagai perawat perkebunan kelapa sawit di Miri, Malaysia.
“Awalnya saya mendapat informasi dari teman. Waktu sih janjinya akan kerja jadi perawat kebun kelapa sawit di Miri. Saya pun langsung mengajak teman-teman untuk ikut gabung,” kata Suganda pada VIVAnews, 20 Januari 2012.
Menurut Suganda, ia dan teman-temannya pergi ke Malaysia tanggal 8 Desember 2011. “Gaji yang dijanjikan itu Rp5 juta tanpa potongan apapun. Saya pun menyanggupinya,” tutur Suganda.
Suganda menceritakan, uang untuk keberangkatannya ke negeri jiran itu didapat dari pinjaman pada sejumlah tetangga dan keluarga di Indramayu. “Saya meminjam uang pada tetangga dan keluarga Rp5 juta untuk keperluan administrasi paspor dan transportasi dari kampung ke Malaysia,” ucapnya.
“Sekarang saya benar-benar sedih. Saya malu sama keluarga. Sekarang saya tidak punya uang sepeser pun, saya bingung harus bayar utang Rp5 juta itu pakai apa. Semua teman-teman pun tidak punya uang lagi,” ucap Suganda.
Suganda menuturkan, bersama rekannya, ia menginap di Jakarta satu malam. Keesokan harinya baru bertolak ke Pontianak. “Dari Bandara Supadio Pontianak saya sudah dijemput langsung oleh seseorang memakai sebuah mobil untuk menuju Miri, Malaysia,” kata Suganda.
Setelah dua hari perjalanan, kata Suganda, ia bersama rekannya tiba di Miri, Malaysia. Di sepanjang perjalanan, tak sepatah kata pun keluar dari si pembawa mobil itu.
“Pokoknya dalam perjalanan itu tidak ada omongan apa-apa, seperti bisu saja orang itu,” kata Suganda. “Yang jemput kami itu ada dua orang, sopir dan penunjuk jalan. Saya bersama teman-teman diturunkan di tengah hutan Miri, Malaysia. Ada sebuah gubuk kecil di hutan itu. Mereka bilang, kalian tunggu saja di sini dulu ya, nanti kami jemput lagi,” kata Suganda, menirukan ucapan sang sopir.
Setelah satu hari, sambung Suganda, jemputan pun tak kunjung datang. Mereka panik bukan kepalang. Pasalnya, semua paspor dibawa sang penunjuk jalan. “Paspor kami semua dibawa mereka. Kami juga tak punya uang sedikitpun. Kami pun langsung mencari perkampungan terdekat,” ucapnya.
Keesokan harinya, mereka berjalan kaki menyusuri jalan. Akhirnya mereka sampai di perkampungan. “Kami ketemu orang sana dan kami bilang, kami telah ditipu. Baju kami pun dijual untuk biaya makan. Dari info orang itu, kami pun langsung berjalan kaki lagi menuju kota di Miri. Kami sampai di kantor Polisi Malasysia. Kami terus terang sama polisi, kami ditipu. Akhirnya kami pun menginap di kantor Polisi itu. Hampir satu bulan lah,” kata Suganda.
Rambut digunduli
Sebagai tanda orang baru memasuki Malaysia, kata Suganda, rambut mereka digunduli. “Rambut kami digunduli polisi Malaysia. Katanya sih sebagai tanda sebagai orang baru datang di Malaysia,” ucapnya.
Setelah menjalani pemeriksaan sebulan di kantor polisi Miri Malaysia, mereka pun akhirnya diantar oleh polisi Malaysia ke perbatasan Entikong, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.
“Dari situ kami langsung dititip ke Imigrasi Entikong. Setelah dari Imigrasi, kami diserahkan ke kantor Polisi Sektor Entikong. Dari sana kami diantar pakai mobil menuju Pontianak. Dan akhirnya kami ini diserahkan lagi ke Dinsos Provinsi Kalimantan Barat pada kamis kemarin, sekitar jam 1 dini hari,” kata Suganda.
Kaeron, korban penipuan lainnya menceritakan, ia pergi ke Malaysia untuk memperbaiki rumah dan mengkhitankan anak laki-lakinya. Harapan mendapat uang banyak pun hanya tinggal cerita saja. Saat ini ia hanya bisa melamun larut dalam kesedihan.
“Saya sudah susah payah pinjam uang Rp5 juta ke tetangga dan keluarga untuk kerja di Malaysia. Tak tahunya malah ditipu. Benar-benar nggak nyangka akan seperti ini,” kata Kaeron. “Untungnya kami tidak disiksa Polisi Malaysia karena kami semua tidak ada paspor. Identitas kami diambil penipu,” kata Kaeron.
Sambil menunggu kabar pulang, kata Kaeron, mereka tinggal di Dinsos Pemprov Kalbar. “Sekarang kami merasa tenang karena sudah berada di Indonesia,” kata Kaeron. “Walaupun harus menunggu, setidaknya kami sudah dekat dengan kampung halaman kami. Mudah-mudahan secepatnya bisa pulang ke Indramayu,” harap Kaeron. (umi)
sumber : vivanews
Jakarta - Aparat Direktorat IV Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Mabes Polri kembali menangkap sindikat narkotika jaringan internasional. Kali ini, empat WN Malaysia ditangkap di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara karena menyelundupkan sabu dan ekstasi.
Direktur IV TP Narkotika Bareskrim Mabes Polri Brigjen Arman Depari saat dikonfirmasi membenarkan adanya penangkapan tersebut.
"Dari empat tersangka, kita menyita 20 kilogram sabu dan 110 ribu butir ekstasi," kata Arman saat dihubungi detikcom, Minggu (22/1/2012).
Arman mengatakan, keempat tersangka ditangkap sekitar pukul 09.30 WIB tadi ketika tiba di Terminal Nusantara 2, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Empat tersangka datang dari Malaysia melalui perairan Batam.
"Dari Batam mereka melanjutkan perjalanan menuju ke Jakarta dengan menggunakan kapal KM Sirimao," imbuh Arman.
Arman menjelaskan, penangkapan tersebut bermula dari informasi masyarakat. Setelah diselidiki, informasi tersebut ternyata benar, sehingga petugas langsung melakukan penangkapan keempat tersangka.
Dari penangkapan tersebut, polisi kemudian mengembangkan kasusnya. Dua tersangka lain dari jaringan tersebut berhasil ditangkap di Teluk Gong, Jakarta Utara dan Tanjung Duren, Jakarta Barat.
"Jumlah total tersangka ada 6 orang terdiri dari 5 pria dan 1 wanita. Seluruh jaringan teridentifikasi," pungkasnya.
Saat ini, petugas masih mendalami penangkapan tersebut. Keenam tersangka kini ditahan di Mabes Polri untuk pemeriksaan intensif.
sumber :
detik
Endang Susilawati (19) masih terbaring lemah. Ia kini masih mendapat perawatan di RSI Siti Khadijah Palembang lantaran penyakit infeksi saluran kantung kemih yang di deritanya sejak pulang dari Selangor, Malaysia.
Endang ketika ditemui Sripoku.com (Grup Tribunnews.com) di ruang 10 RSI Siti Khadijah Palembang menuturkan, ia berangkat sebagai TKI pada tanggal 18 Februari 2010 lalu melalui PT Citra Karya Sejati secara legal.
Sesampainya di Malaysia, ia bekerja di suatu perusahaan besar yang membuat komponen-komponen handphone.
"Bekerja selama delapan jam, ada dua kali istirahat pukul 10.00 dan 03.00. Tetapi bila dalam waktu bekerja, bila mau buang air baik kecil ataupun besar itu tidak diperbolehkan jadi harus ditahan hingga waktu istirahat," ujarnya
pelan, Kamis (19/1/2012).
Karena sering menahan kencing saat bekerja, akhirnya beberapa kali Endang harus dirawat di rumah sakit sekitar.
Pilunya lagi ketika dirawat di rumah sakit, Endang harus membayar biaya berobatnya sendiri karena ditelantarkan agennya yang berada di Selangor.
Hingga akhirnya Endang memutuskan untuk kembali secara paksa meski kontraknya belum selesai dengan cara meminta bantuan kepada keluarganya yang berada di Desa Sumur, Kecamatan Keramba Kuang, Kabupaten Ogan Ilir (OI).
Pihak keluarga yang menerima berita tersebut langsung mengambil langkah untuk memulangkan Endang dengan bantuan BP3TKI Sumsel.
Dari agennya yang berada di Palembang, Endang hanya dipulangkan dari Selangor dan diturunkan di Batam. Sisanya dari Batam ke Palembang, Endang harus pulang dengan biaya sendiri.
"Kami sangat menyesalkan apa yang dilakukan pihak agen yang menyalurkan Endang, karena tidak adanya perhatian kepada Endang. Saat pulang Endang tak bisa apa-apa, makan dan minum pun harus disuapi," ungkap Kenedi kakak kandung Endang.
Dia juga menambahkan, bila dari perusahaan yang memberangkatkan Endang tidak ada pertanggung jawaban, maka keluarganya akan menuntut baik perusahaan yang ada di Palembang maupun di Selangor Malaysia.
sumber : tribunews