Jakarta
Kepolisian Malaysia sudah meminta maaf terkait tewasnya
tiga TKI asal NTB. Meski demikian, proses hukum kasus itu harus tetap
berjalan.
"Permintaan maaf boleh saja, tapi di dalam konteks
kasus ini tidak menghilangkan kasusnya. Proses hukum penuntasan kasus
ini harus jalan terus," kata Anggota Komisi I DPR, Poempida
Hidayatulloh, dalam diskusi 'Mengurus TKI Setengah Hati' di Kafe Warung
Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (28/4/2012).
Menurut
Poempida, kasus tewasnya tiga TKI asal NTB di Malaysia harus diproses
secara tuntas. Namun bukan mengenai indikasi adanya penjualan organ,
tetapi pada peristiwa penembakan yang menurutnya tidak sesuai prosedur.
"Saya
curiga banyak hal, dari konteks polisi saat peristiwa itu ada berapa
sih, masa lima orang polisi menghadapi tiga orang harus menggunakan
tembakan. Ini kan ada prosedur yang tidak wajar," ujarnya.
Menurut
Poempida, ada kesalahan prosedur yang dilakukan polisi Malaysia dalam
menangani dugaan tindakan kriminal yang dilakukan ketiga tenaga kerja
asal Indonesia tersebut. Apalagi, ia menambahkan, pada ketiga tubuh TKI
terdapat banyak bekas tembakan yang tidak wajar.
"Kan sebenarnya
kalau kita lihat saja satu tembakan cukup untuk melumpuhkan orang, kalau
ini harus diberondong peluru maka tidak wajar," tuturnya.
Untuk
itu, ia akan meminta pemerintah untuk menyelidiki kronologis dari
peristiwa penembakan tersebut. Saya akan minta kepada Pak Marty untuk
menyelidiki kronologinya," imbuhnya.
catatan : lagi - lagi kan ??? malasia anjing memang musuh bebuyutan indonesa, selalu membuat ulah dan TKI selalu mati disana. kejam!
Pemulangan tiga jasad tenaga kerja Indonesia
(TKI) dari Malaysia menerbitkan kecurigaan anggota keluarga mereka.
Mereka mempertanyakan kondisi jasad yang tak wajar dan penuh jahitan.
Dugaan sementara, bahwa para buruh migran itu jadi korban perdagangan
organ, kini menyeruak.
Koordinator Divisi Advokasi Migrant Care
Nur Harsono menyebutkan tiga TKI itu berasal dari Desa Pancor Kopong
Pringgasela Selatan dan Pengadangan, Lombok Timur, NTB. Mereka adalah
Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Noon (28), bekerja di
negeri jiran sebagai buruh di perusahaan konstruksi dan perkebunan
kelapa sawit. Mereka dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa.
"Semua
korban dijahit pada kedua mata, kemudian di dada bagian atas, dekat
lengan kanan ke kiri, lurus melintang," kata Nur saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 23 April 2012.Kondisi jasad korban menerbitkan kecurigaan. "Semua korban dijahit pada kedua mata."
Selain
itu, juga ada juga jahitan di dada hingga tengah perut di bawah pusar,
yang menyambung jahitan dada atas. "Keluarga patut curiga sebab tidak
ada surat keterangan yang menyebut korban diotopsi," tambah dia.
Nur
Harsono menambahkan, sebelum dinyatakan meninggal, ketiga korban
diketahui sedang memancing. "Salah satu korban, Herman sempat menelepon
istrinya, bahwa dia sedang memancing dengan dua temannya," kata dia.
Telepon terakhir diterima keluarga pada 23 Maret 2012 lalu.
Tiga
hari kemudian, dia menambahkan, salah satu keluarga korban mendapat
informasi tentang penemuan dua motor korban di area pemancingan dari
koran lokal di Malaysia pada 26 Maret 2012. Pihak keluarga yang
mendatangi Hospital Port Dickson di Malaysia, mendapati tiga TKI
tersebut dinyatakan meninggal pada 30 Maret dengan keterangan karena
luka tembak.
Nur Harsono menambahkan dalam surat keterangan
Kedutaan Besar RI di Malaysia, juga tidak disebutkan alasan meninggalnya
para korban. "Ditandatangani oleh Heru Budiarso, hanya menyatakan
korban akan dikebumikan di Indonesia dan akan dibawa dengan pesawat
Garuda Indonesia," kata dia.
Pihak KBRI juga menyebutkan karena
kondisi yang tidak memungkinkan, mereka tidak melakukan pengecekan sebab
kematian sebagaimana tersebut di atas. KBRI di Kuala Lumpur menyatakan
tidak bertanggung jawab terhadap kondisi jenazah yang dikirim. "Kami
akan melaporkan kasus ini ke Kementerian Luar Negeri pukul 13.00 hari
ini," kata dia. Migrant Care dan LSM setempat, Kosala berharap Kemenlu
dengan cepat menangani kasus ini.
Nur Harsono mengatakan, jika
terbukti organ para TKI diambil tanpa persetujuan, kuat diduga itu
merupakan bagian dari praktik perdagangan manusia. "Modus-modus trafficking tak hanya dieksploitasi tenaga dan secara seksual, tapi juga narkoba dan penjualan organ," tambah dia.